Sebagian besar orang Indonesia mungkin sudah tidak asing lagi ketika mendengar kata Starbucks; sebuah merk dagang kedai kopi yang berasal dari Amerika Serikat. Saat ini, Starbucks telah hadir di 61 Negara, termasuk Indonesia. Sejak pertama kali dibuka pada tahun 2002, sekarang Starbucks sudah memiliki 421 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan harga kopi yang cukup mahal, Starbuck pun biasanya hanya dapat dibeli oleh orang-orang dari kelas menengah dan kelas menengah ke atas. Selain menikmati kopi dengan susana yang santai, pembeli juga biasanya membeli roti beraneka rasa yang dijual di Starbucks.
Pada semester pertama di tahun 2019, pendapatan bersih Starbucks di Indonesia mencapai angka 10 Triliun rupiah. Meski kemudian mengalami penurunan pendapatan pada semester pertama di tahun 2020, pendapatan bersihnya masih cukup tinggi yaitu sebesar 6,79 Triliun rupiah.
Nama Starbuck yang telah mendunia ternyata tidak tercermin pada kesejahteraan buruh yang bekerja di PT. Inti Prima Rasa –sebuah perusahaan manufacturing makanan, di mana roti-roti Starbucks dipasok oleh perusahaan tersebut. Nasib buruh PT. Inti Prima Rasa tidak semanis roti-roti yang mereka produksi. Dari bulan April 2020 sampai Desember 2020, PT yang berlokasi di Ciracas, Jakarta Timur ini telah memotong upah buruhnya sebanyak 20% per bulan. Sehingga para buruh per bulannya hanya mendapatkan upah bersih 3,6-3,8 juta rupiah. Bukan hanya itu, perusahaan juga memberlakukan lembur tanpa upah. Dimana jam lembur tersebut ditotal oleh perusahaan, yang kemudian ketika sudah mencapai jumlah jam kerja per hari, maka buruh akan diliburkan sebagai gantinya.
Dalam hal ini, situasi pandemi pun dijadikan sebagai alasan oleh perusahaan untuk tidak memenuhi hak-hak buruhnya. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat penjualan terganggu, begitulah ungkapan yang disampaikan oleh pihak manajemen PT. Inti Prima Rasa ketika beberapa buruh mencoba memprotes kebijakan tersebut.
Menurut salah seorang buruh yang diwawancara melalui Whatsapp, keputusan pemotongan upah dan kerja lembur yang tidak dibayar dinilai tidak relevan karena pada kenyataannya buruh bekerja lembur 2 jam per hari itu untuk memenuhi pesanan klien perusahaan.
Inti Prima Rasa sendiri telah berdiri sejak tahun 1996 dan kini memiliki 150 klien yang ada di 16 provinsi di Indonesia dengan total buruh (sebagian adalah buruh kontrak) sebanyak 700 orang. Sistem kontrak yang dijalankan oleh perusahaan juga bermasalah.
Pasalnya, buruh yang sudah bekerja selama 4 tahun bahkan lebih masih berstatus buruh kontrak. Ini tidak sesuai dengan peraturan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mana kontrak kerja hanya selama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali, sehingga totalnya adalah 3 tahun. Setelah itu, buruh berhak untuk menuntut perusahaan menjadikan ia sebagai buruh tetap.
Dengan berbagai permasalahan yang terjadi, perampasan hak buruh yang dilakukan oleh PT. Inti Prima Rasa, Starbuck sebagai klien (perusahaan pemesan) seharusnya dapat juga memperhatikan kesejahteraan buruh perusahaan pemasoknya tersebut. Dimana hal ini juga tertuang dalam International Labour Organization (ILO), International Labour Conference (ILC) ke 105 tahun 2016 di Genewa bahwa setiap perusahan yang terikat dalam hubungan rantai pasok global harus mendukung terciptanya dunia kerja yang layak.
Dengan begitu, maka Sturbucks dan perusahaan-perusahaan lainnya juga memiliki peran penting dalam mewujudkan dunia kerja yang layak bagi semua buruhnya, entah yang terikat secara langsung (bekerja pada Sturbucks) maupun yang tidak (bekerja pada perusahaan pemasok roti Sturbucks).