Kesetaraan pada buruh masih menjadi perbincangan berat di dunia kerja. Butuh upaya yang kuat dan berkesinambungan untuk terus mempertahankan dan memberikan perlindungan bagi semua buruh tanpa terkecuali termasuk pekerja queer.
Secara khusus pekerja queer mengalami diskriminasi dan kekerasan berbasiskan ekspresi gender, identitas gender dan orientasi seksual. Diskriminasi dan kekerasan yang mereka alami menghambat pekerja queer untuk bisa mengakses pekerjaan dengan layak.
Pelangi Mahardhika merupakan komunitas buruh LBTQ yang didirikan bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak pekerja queer, menguatkan individu-individu LBTQ dan bersolidaritas dengan sesama komunitas LGBTIQ di Indonesia.
Pada 2015, Pelangi Mahardhika dibentuk atas inisiasi Perempuan Mahardhika dengan landasan dari pengalaman buruh LBTQ di sektor garmen. Pada awalnya seperti kesulitan untuk mengakses pekerjaan, menyembunyikan identitas, rentan terhadap bully, diskriminasi perlakuan di tempat kerja, dan lainnya menjadi perhatian dan sebuah kegelisahan sejak lama.
Berpegang teguh pada Hak Asasi Manusia (HAM) maka keadilan dan kesetaraan sejatinya menjadi milik semua orang tanpa terkecuali, termasuk individu LGBTIQ+. Salah satu prinsip HAM yang tidak boleh dilanggar adalah Hak atas Pekerjaan sehingga perlakuan diskriminasi dan kekerasan, termasuk kekerasan seksual terhadap buruh LBTQ karena hal setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan, jaminan kesehatan, memilih gender serta kehidupan yang aman dan nyaman.
Vivi Widyawati, inisiator Pelangi Mahardhika, menegaskan bahwa individu LGBTIQ adalah bagian dari warga negara sehingga negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan mengakui keberadaan LGBTIQ+ sehingga hak-hak nya bisa terpenuhi, termasuk hal untuk bekerja. “Di tempat kerja seringkali ekspresi gender, identitas dan orientasi seksual seseorang dihubungkan dengan kemampuan dan keahlian seseorang, ini yang menjadi hambatan bagi pekerja queer” terangnya.
Membangun komunikasi dan kedekatan terhadap buruh LBTQ bukan menjadi hal mudah. Pendekatan buruh pun dilakukan secara personal agar buruh merasa nyaman dan tidak distigma oleh lingkungan. Kekhawatiran buruh untuk menjadi anggota Pelangi Mahardhika dan konsekuensi “dilabel” menyimpang oleh orang lain membuat buruh kadang berpikir ulang. Bukan perkara mudah sebab terdapat ketakutan dari buruh terhadap pengungkapan identitas mereka.
Lindah yang tergabung dalam Pelangi Mahardhika dan juga anggota serikat buruh FSBPI menerangkan bahwa agar tidak beresiko terhadap pekerjaan, maka teman-teman berupaya untuk tidak terlihat “kentara”. “Ada ketidaksiapan dari diri teman-teman untuk menghadapi keluarga, lingkungan, dan teman, maka tidak terlalu menonjol” terang Lindah.
Tidak ada usaha yang mudah dalam membangun organisasi ini, namun demi kesetaraan dan menjadi wadah bagi teman-teman ragam gender, semangat tidak terhenti. Jatuh bangun membentuk organisasi ini pun tidak terelakkan dalam upaya mengorganisir.
Hilangnya anggota banyak terjadi ketika PHK di masa pandemi kemudian habis masa kontrak kerja, atau mereka dipindahkan/mutasi di tempat lain. Hal tersebut membuat banyak anggota -yang notabene adalah perantau- memutuskan kembali ke kampung halaman. Selain itu, bagi yang di mutasi ke tempat kerja lain mempersulit untuk berkumpul dikarenakan jarak yang jauh meskipun komunikasi tetap terhubung.
Meskipun telah bergabung dalam organisasi Pelangi Mahardhika, tidak semua anggota bersedia untuk diekspos. Jikapun harus, mereka lebih nyaman menggunakan nama samaran. Hal ini tentu saja untuk menghindari stigmatisasi dari masyarakat yang masih belum terbuka akan isu Sexual, Orientation, Gender Identity, Expression dan Sex Characteristic (SOGIESC).
“Kami juga masih tersembunyi agar tidak mendapat stigmatisasi dan diskriminasi dari orang sekitar” jelas Lindah. Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa pelecehan, bully, dan diskriminasi masih sering dialami oleh teman-teman di tempat kerja hanya karena ekspresi gender mereka.
Lindah secara pribadi pun pernah mengalami hal tersebut yang membuat dirinya dipandang sinis oleh orang sekitar karena tergabung dalam organisasi ini. Meskipun demikian, berbagai upaya ia lakukan untuk mengadvokasi teman-teman yang mengalami pelecehan atau pelanggaran atas haknya baik anggota maupun bukan. Sebab, hak atas kerja aman, nyaman dan adil merupakan hal bagi setiap orang.
Dari awal pembentukan hingga saat ini yang terus dilakukan adalah membuat teman-teman merasa nyaman untuk bergabung. Memberikan informasi dan kesadaran tentang apa itu SOGIESC dan berusaha untuk membangun berpikir kritis. Sebab tidak semua buruh/anggota memahami tentang diri mereka sendiri (siapa aku) sehingga penting untuk membangun kepercayaan diri mereka.
Pelaksanaan diskusi biasanya dilakukan di sekretariat dengan agenda satu sampai dua minggu sekali. Diskusi-diskusi ringan ini dilakukan untuk membangun pemahaman mereka, seperti pendidikan kepemimpinan, pendidikan SOGIESC, dan bagaimana cara membela diri (terkait HAM). Anggota Pelangi Mahardhika juga turut berpartisipasi dalam berbagai aksi dalam rangka membela hak dan keadilan bagi sesama, seperti pengesahan RUU TPKS dan lainnya.
Upaya lain yang dilakukan adalah dengan membangun ekonomi bisnis makanan ringan yaitu peyek. Usaha kuliner ini sudah berjalan lebih dari satu tahun dan dipasarkan ke teman-teman pabrik maupun serikat dan jaringan lembaga lain.
Kegiatan sosial lainnya seperti setiap bulan puasa ramadhan, biasanya anggota akan membuat dan membagikan takjil kepada buruh-buruh LBTQ. Selain itu, kegiatan pembagian sembako pada saat pandemi covid ke rumah teman-teman buruh. Segala upaya dilakukan dalam rangka membangun kesadaran terhadap masyarakat bahwa toleransi dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa melihat status dan gendernya.
Penting memberikan pemahaman terhadap semua pihak tentang keragaman gender agar memiliki cara pandang yang lebih luas. Dengan begitu, meningkatkan kesadaran akan toleransi dan menghargai atas hak hidup dan berkarya bagi setiap orang dapat terwujud.
Bukan persoalan mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Lindah mengungkapkan “dengan pemahaman yang aku miliki, berbagi dengan teman-teman agar terbuka pikiran untuk bergabung dan berjuang bersama teman-teman dengan keragaman gender“. Dengan memiliki berbagai informasi dan pengetahuan terbaru maka memperluas cara pandang terhadap pemahaman keragaman gender.
Hal tersebut juga dapat terimplikasi pada perilaku dan tindakan terhadap sesama manusia. Terutama terhadap penanganan diskriminasi dan kesetaraan gender yang dapat dijadikan contoh bagi orang di luar sana yang belum bisa melakukannya.
Bagi Lindah, kebaikan yang kita perjuangkan hari ini bisa saja menjadi kebaikan dan manfaat bagi generasi selanjutnya. Ia pun menegaskan bahwa Semua ini Tentang Perjuangan Kemanusiaan.