Kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) terus berulang dan tak kunjung reda. Bukan hanya satu namun ratusan kisah kekerasan PRT terjadi dan tetap tidak membuat negara mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT).
Kasus terbaru dialami oleh PRT muda asal Cianjur, RN berusia 18 tahun. Kondisi kekerasan yang dialami RN baru diketahui keluarga ketika pulang ke rumah di Desa Cibadak, Kab.Cianjur, Jawa Barat.
Kasus ini dilaporkan RN ke Jaringan Advokasi Nasional (JALA) PRT dan dari JALA PRT ditembuskan ke Kantor Staf Presiden (KSP). Kepala KSP Moeldoko memerintahkan pihak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus kekerasan ini.
Baca juga: Sudah tidak ada alasan tidak mengesahkan RUU PPRT
Konferensi Pers dengan Tema “Kekerasan Terhadap PRT Terjadi Lagi” diselenggarakan secara virtual pada 26 Oktober 2022 yang dipandu oleh Esti Utami dari Konde.co selaku moderator. Peristiwa kekerasan dan kondisi terkini RN diceritakan oleh pamannya yaitu Ceceng. Ia menyampaikan bahwa keponakannya diajak bekerja oleh teman sekolahnya dan kemudian di bawa ke Jakarta dengan ibu temannya untuk bertemu majikan.
Kurang lebih 2 bulan bekerja, RN mulai mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kedua majikannya yaitu Suami Riki dan Istri Ade Ajeng. RN dianggap bekerja tidak sesuai dan kurang bagus oleh majikan, kemudian kekerasan akan dilakukan dan itu berulang kali.
“Jadi RN itu ketika mengasuh anak majikan, disuruh ngejar anaknya, kemudian kaki RN ditendang oleh majikan laki-laki. mengakibatkan kaki RN pincang sebelah dan masih terasa sakit” terang Ceceng.
Kekerasan berulang seperti saat RN menyetrika dan ia mengantuk. Majikan pun meminta RN ke kamar mandi dan menyiram air cabai, “pernah juga RN mengatakan kalau pakai Ladaku dicairkan dengan air, dimasukkan ke botol spray dan disemprotkan ke mata RN”.
Yang lebih tidak manusiawi adalah RN pernah disuruh telanjang beberapa kali dan ia diperintahkan tidur di balkon seharian. Sebagai bentuk ancaman, RN dalam kondisi telanjang divideokan dan apabila melapor maka video akan disebar di dunia maya oleh majikan.
Ceceng mengatakan bahwa saat ini ia menemani RN mendapatkan pemeriksaan dan perawatan di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSAD).
Menanggapi hal tersebut, Lita Anggraeni dari Jaringan Advokasi Nasional PRT (JALA PRT) menyampaikan bahwa negara masih begitu abai dan acuh terhadap kekerasan yang terjadi pada PRT. Padahal kekerasan terhadap PRT telah menjadi kasus yang kesekian kalinya.
Kekerasan yang terjadi pada PRT pun merupakan multi kekerasan, dari segi ekonomi, fisik, psikis, sosial hingga trafficking. Lita menegaskan bahwa pada kasus yang terjadi pada RN merupakan perbudakan di negara sendiri. Ia berujar “satu kasus kekerasan dianggap nol oleh negara. Seharusnya satu kasus saja sudah membuat masyarakat atau negara memperhatikan dan melakukan suatu upaya, bukan diam saja”.
Baca juga: Catatan untuk majikan dan negara; Lindungi PRT
Kekerasan yang dilakukan terhadap PRT dapat menjadi fatalistik yang berujung kehilangan nyawa. Lita menegaskan pentingnya negara atau masyarakat melihat kasus sebagai syarat utama untuk pengesahan UU PPRT.
Kekerasan terhadap PRT terjadi berulang kali ini disebabkan tidak adanya regulasi yang mengatur tentang relasi pemberi kerja dan PRT itu sendiri. Dengan begitu, PRT di Indonesia tidak memiliki perlindungan dan jaminan kesejahteraan.
Dijelaskan oleh Eva Sundari dari Koalisi Sipil untuk UU PPRT bahwa kekosongan hukum ini membuat perilaku kekerasan, eksploitasi dan penahanan gaji kerap terjadi di Indonesia. Tidak adanya perlindungan bagi PRT membuat mereka kehilangan haknya sebagai pekerja sebab tidak diakui oleh negara. Diketahui bahwa PRT di luar negeri memiliki perlindungan namun di Indonesia masih belum ada aturan bagi PRT. Maka dari itu penting untuk mengesahkan UU PPRT terang Eva.
Tidak adanya aturan terkait PRT berdampak pada banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh majikan terutama terkait jam kerja dan upah. Pada kasus RN, ia mengungkapkan bahwa ia hanya menerima upah 2,7juta selama bekerja 6 bulan, yang semula dijanjikan mendapat 1,8 juta/bulan. Pemotongan upah setiap bulan tersebut dilakukan majikan dengan alasan pergantian kerusakan yang disebabkan RN.
RN sebagai PRT membutuhkan perlindungan, ia pun berharap disahkannya UU PPRT agar tidak ada lagi yang mengalami kekerasan seperti yang ia alami.
Baca juga: RUU PPRT; bentuk upaya menghargai kerja perempuan
PRT memberikan banyak sumbangsih sosial dan ekonomi kepada masyarakat dan negara. Keberadaan PRT dalam lingkup pekerjaan domestik membantu anggota keluarga untuk dapat bekerja di luar rumah dan berkarya. Namun demikian, peranan PRT tidak sebanding dengan apa yang diperolehnya. PRT yang sebagian besar adalah perempuan cenderung rentan terhadap kekerasan dan ekploitasi dari majikan karena tidak memiliki payung hukum.
Penting pengesahan UU PPRT yang telah 18 tahun diperjuangkan agar dapat mengatur relasi antara pemberi kerja dan PRT. Disamping memberikan kejelasan terkait upah, jam dan tugas kerja, waktu libur, juga memberikan perlindungan sosial yang dibutuhkan bagi PRT.
Pengakuan PRT sebagai pekerja merupakan jalan menuju kerja layak, kesejahteraan bagi PRT beserta keluarganya, dan keadilan atas hak dasarnya. Karena setiap kesuksesan majikan terdapat campur tangan dan keringat PRT.