Suara Buruh Perempuan: Perjuangan di Tengah Intimidasi pada 16 HAKTP

Pada 24 November 2024 Perempuan Mahardhika Sukabumi melakukan aksi untuk membuka rangkaian 16 HAKTP di Alun-alun Cicurug. Dalam aksi tersebut beberapa perempuan pekerja melakukan orasi untuk menyuarakan apa yang dialaminya di perusahaan, diantaranya terkait target tinggi dan teriakan-terikan yang setiap hari dialaminya di perusahaan, serta berbagai pelecehan yang masih sering terjadi.

Aksi tersebut cukup menarik perhatian karena sekumpulan perempuan bersuara dengan membawa poster-poster berisi tuntutan. Hingga saat salah satu orator W sedang membincang situasi yang dialaminya, salah seorang pengendara menyatakan dukungannya pada aksi tersebut dan meminta ijin untuk mendokumenasikan potongan orasi tersebut melalui video.

Dalam aksi tersebut buruh perempuan W mengatakan bahwa dirinya kelelahan karena terus-terusan di teriaki saat diperintahkan untuk bongkar pasang permakan jahitan. Pekerja tersebut juga merasa resah karena selain masalah permakan atasannya selalu menekannya dengan ancaman kontrak kerja yang tidak akan di perpanjang. Orasi tersebut dilakukan di depan masa aksi tanpa mengenakan atribut perusahaan, menyebutkan nama perusahaan maupun orang tertentu.

Video buruh perempuan yang melakukan aksi kemudian di upload pada media t*kt*k oleh pemilik akun dan keesokan harinya pekerja tersebut dipanggil oleh atasannya. Buruh W dipanggil untuk ditanyai oleh atasannya terkait apa yang diungkapkannya pada orasi tersebut.

Namun tujuan pemanggilan bukanlah klarifikasi maupun apresiasi melainkan intimidasi. Pekerja W diteriaki sambil digebrak meja dengan alasan buruh perempuan tersebut dianggap menyebarkan aib perusahaan dan menjadi bahan bulan-bulanan kawan-kawannya yang pro pada perusahaan.

16 HAKTP seharusnya merupakan perayaan bagi perempuan, tapi pada hari yang sama perempuan mengalami kekerasan hal itu menunjukan bahwa negara gagal melindungi perempuan. Ironisnya menyuarakan kekerasan yang dialami justru berakibat kekerasan baru bagi perempuan.

Impian untuk bebas dari kekerasan masih harus menempuh jalan yang panjang. Bagi buruh perempuan bersuara adalah suatu kemewahan yang hampir tidak mungkin didapatkannya, buruh perempuan hanya diperbolehkan berbicara dengan hasil produksinya. Mulut buruh perempuan terpaksa dijahitnya demi kontrak kerja yang bahkan tidak jelas.

Surya Dwi Shanty

Seorang pekerja lepas yang bergerak dalam pengadvokasian buruh perempuan di Perempuan Mahardhika Sukabumi

Comments

wave
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Press ESC to close