Pada 20 dan 21 Oktober para ojek online yang tergabung dalam Serikat Ojol Indonesia (SEROJA) melakukan aksi mematikan aplikasi on demand atau populer disebut Offbid di kalangan para ojol. Aksi ini merupakan bagian dari upaya ojol untuk menuntut agar pemilik aplikasi on demand ini merubah beberapa kebijakan yang memberatkan para ojol terutama di masa pandemi Covid-19.
Ada tiga tuntutan utama yang dibawa oleh organisasi yang memiliki 5775 anggota ojol ini dalam aksi mereka yaitu;
- Turunkan potongan komisi pendapatan mitra dari 20% menjadi 10%
- Hilangkan budaya lip service, yang merupakan kamuflase dalam bentuk bantuan terhadap mitra yang tidak merata
- Hapus dan bongkar bantuan berbentuk pinjaman online dengan bunga yang menyesatkan driver dan terindikasi merupakan jual beli database mitra driver.
Dari wawancara dengan ketua umum SEROJA, Andi, berpendapat bahwa tiga tuntutan ini adalah sesuatu yang mendesak karena dinilai sangat memberatkan. Pertama, tentang potongan komisi pendapatan mitra yang terlalu tinggi terutama di masa pandemi dimana order yang didapat para driver sangat sedikit, yaitu tidak lebih dari lima order perhari, di masa awal pandemi bahkan ada driver yang tidak mendapatkan order. Jika dengan turunnya order, pemilik platform tetap memotong penghasilan driver sebanyak 20%, maka dapat dipastikan uang yang dibawa pulang ojol sangat sedikit karena driver harus tetap mengisi bahan bakar kendaraan dan juga mengisi perut mereka. Tidak jarang juga driver tidak membawa uang sama sekali ketika sampai di rumah karena sisa dari potongan penghasilan mereka hanya cukup untuk akomodasi di jalan.
Sedangkan pemilik platform on demand ini tetap berhasil mempertahankan keuntungan mereka, seperti yang dilansir CNBC Indonesia pada tahun 2020 lalu, Gojek berhasil mencetak laba operasional di luar biaya headquarter (Contribution Margin Positive). Sementara sepanjang tahun total nilai transaksi di dalam platform Gojek Group (Gross Transaction Value/GTV) yang mencapai 12 Miliar USD atau sekitar Rp. 170 Triliun, nilai ini meningkat 10% jika dibandingkan tahun 2019. Masih diambil dari CNBC Indonesia, melaporkan bahwa pada kuartal III tahun fiskal 2020, SoftBank yang merupakan pemilik saham terbesar Grab dan Tokopedia berhasil mencatatkan laba bersih 1,17 Triliun Yen atau setara 11 Miliar USD. Bila dirupiahkan menjadi Rp. 154 Triliun (asumsi Rp. 14.000/USD).
Dengan keuntungan besar yang didapat justru ditengah pandemi oleh dua platform on demand terbesar di Indonesia saat ini memperlihatkan perbedaan kondisi yang luar biasa timpang antara ojol dengan pemilik platform maka tuntutan untuk menurunkan potongan komisi menjadi 10% adalah hal yang sangat wajar dan memang sudah seharusnya dilakukan oleh para pemilik platform on demand.
Pada tuntutan kedua adalah tentang bagaimana pemilik platform on demand membungkus citra mereka dengan mengatakan bahwa mereka memberikan bantuan pada mitra ojol selama pandemi. Nyatanya jumlah bantuan yang dimaksud tidak lah sebesar yang dikatakan pengelola aplikasi di media. Misalnya saja driver ojol dari Gojek hanya mendapatkan dua kali bantuan sebesar Rp. 50.000 dan driver dari Grab yang hanya mendapatkan satu kali bantuan berbentuk voucher belanja sebesar Rp. 50.000 di mini market. Bantuan tersebut juga disalurkan secara tidak merata, artinya tidak semua ojol mendapatkan bantuan.
Situasi sulit para ojol seperti yang dijabarkan diatas rupanya dilihat sebagai peluang oleh pihak lain, yaitu platform pinjaman online. Kali ini platform pinjol bekerjasama dengan platform on demand memberikan pinjaman tanpa anggunan kepada ojol dengan sistem pembayaran perhari yang dipotong melalui deposit pada akun yang dimiliki ojol. Meski terlihat sama dengan pinjol lain tapi ternyata sistem pemotongan melalui deposit ini rupanya menyiksa bagi ojol. Hal ini karena jika deposit ojol tersebut kosong maka pihak pinjol akan menelepon dan meminta ojol untuk segera mengisinya sedangkan ada atau tidaknya deposit juga bergantung pada order yang didapat hari itu. Bunga yang tinggi juga menjadi alasan kenapa pinjol ini sangat menjerat. Sekitar Rp. 2000 sampai Rp. 3000 perhari bunga yang harus dibayar jika ojol terlambat mencicil. “Misalkan deposit kita kosong nih, kita ditelepon sama pinjolnya suruh isi, ibaratnya kaya dipaksa suruh narik, padahalkan buat narik kadang ada ojol yang nggak punya bensin atau motornya masalah jadi nggak bisa narik, jadi, terus aja mba sampai depositnya ada isinya buat ditarik,” ujar Andi menceritakan pengalaman anggotanya sesama ojol. Syarat pinjaman yang mudah bahkan tanpa proses verifikasi data terlebih dahulu juga memunculkan kecurigaan adanya transaksi data antara platform on demand dan platform pinjol.
Sebelum melakukan aksi, sebenarnya upaya untuk menemui pihak pemerintah untuk menyampaikan situasi dan tuntutan serta kejelasan status mereka telah dilakukan, akan tetapi perwakilan ojol justru seperti dilempar dari satu kementerian ke kementerian lain, yaitu ketika mendatangi Kemendagri pihak ojol disuruh mendatangi Kominfo dengan alasan bahwa usaha angkutan umum berbasis online merupakan tanggung jawab Kominfo, sedangkan ketika mendatangi Kominfo perwakilan ojol justru diminta untuk mendatangi Kementrian Koperasi agar mendaftarkan diri sebagai anggota Koperasi yang mana hal tersebut mendapat tanggapan dari Kementrian Perhubungan agar Kominfo bertanggung jawab mengeluarkan surat edaran sebagai dasar pengecualian kewajiban STNK atas nama perusahaan bagi koperasi. Tanggapan dari berbagai pihak Kementerian yang didatangi bahkan tidak memberikan solusi terhadap masalah yang dialami ojol.