Masyarakat semakin marah dan gerah, ribuan massa aksi yang terdiri dari buruh dan mahasiswa serempak mendatangi gedung DPRD Kabupaten Purwakarta selama tiga hari berturut-turut.
Aksi ini dilatar belakangi oleh keputusan DPR yang mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus law) menjadi Undang-Undang yang mana dalam setiap butir pasalnya bisa berdampak buruk bagi masyarakat khususnya buruh. Poin-poin yang dikritisi sangat beragam, mulai dari pemberlakuan outsourcing, upah berdasarkan jam kerja sampai hak-hak buruh perempuan (cuti haid, hamil dan melahirkan)
Fitri Rahmawati dan Lilih Nilamsari, buruh dari PT. Metro SPI menjelaskan bahwa seluruh karyawan pabrik PT. Metro SPI hari ini turun dan berkumpul di depan gedung DPRD, artinya tidak ada yang tinggal di pabrik untuk melanjutkan produksi. “Sebenarnya ada banyak sekali tuntutan yang kami layangkan, salah satunya adalah hak-hak buruh perempuan. Saya mewakili buruh perempuan amat keberatan jika hak kami untuk cuti haid, cuti hamil sampai melahirkan dicabut begitu saja. Itu sama saja dengan penjajahan, tidak ada Indonesia merdeka.” jelas Fitri. Fitri yang saat itu sedang hamil merasa keputusan untuk ke jalan adalah pilihan yang tepat untuk memperjuangkan hak-haknya.
Selain dari pihak buruh, Siti Maesaroh Adawiyah, Mahasiswa STAI DR. Khez Muttaqien sekaligus ketua KOHATI (Korps HMI-wati) yang saat itu hadir bersama mahasiswa lain yang bernama “Aliansi delapan oktober” beraksi di depan gedung DPRD menjelaskan bahwa DPR tidak peka dan tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai amanah rakyat. “Di situasi Covid saat ini terdapat banyak hal yang pemerintah gaungkan tapi di sisi lain malah mengabaikan hal-hal yang lebih urgent seperti penanganan covid, kemudian atas disahkan UU omnibus law ini, kami menuntut DPR dan Presiden untuk mencabut UU tersebut dengan cara membuat PERPPU.” ujar Mae.
Kritik lain juga datang dari Fredelida, perwakilan dari kolektif Swara Saudari tentang adanya kebijakan lain yang harus dibahas dan terus dihangatkan seperti pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah mangkrak bertahun-tahun. “Ini kan jadi pertanyaan besar, kenapa RUU yang darurat dan penting terus menerus ditunda, tetapi Omnibus law yang jelas berdampak buruh bagi kelangsungan hidup masyarakat malah terburu-buru disahkan. Berarti ada yang nggak beres dong?”
Selain itu, Fredel juga menyayangkan sikap Aliansi BEM Purwakarta yang enggan mengangkat RUU PKS dan RUU PPRT sebagai bagian dari tuntutan aksi. “Mestinya kalau tujuannya untuk kemanusiaan ya nggak perlu pilih-pilih isu, ya.” imbuhnya.