Salah satu korban yang rentan mengalami kekerasan berbasis gender ialah perempuan muda. Salah satunya, pada relasi pacaran. Bentuk-bentuk kekerasan berpotensi terjadi dalam relasi tersebut. Namun, status pacaran tidak diakui secara hukum dan negara.
Perempuan Mahardhika sendiri telah memiliki divisi Paralegal Perempuan Muda Sebaya (PPMS) yang berfokus kepada pendampingan perempuan muda korban kekerasan berbasis gender.
Koordinator PPMS, Disya mengakui bahwa banyak sekali remaja yang tidak tahu bahwa dia bisa melaporkan dengan mudah. Karena di dalam UU TPKS itu sangat rinci diatur mengenai hak-haknya dia sebagai korban.
“Misalnya ketika masih belum siap untuk melaporkan itu juga bisa mendapatkan pemulihan terlebih dahulu, kemudian juga terkait dengan alat bukti ini juga dimudahkan. Bahwa keterangan korban bisa menjadi alat bukti.”
“Kemudian juga berhak mendapatkan pendampingan gitu. Artinya berhak untuk ditemani. Misalnya masih trauma melaporkan kepolisian, maka bisa melapornya ke pendamping. Jadi nanti polisi yang akan mendengarkan rekaman korban,”paparnya.
Mengingat pula, korban kerap merasa sendiri dan kebingungan selama proses penanganan kasus. Korban perempuan muda biasanya lebih membuka diri kepada orang yang usianya setara.
“Disinilah peran paralegal Perempuan Mahardhika. Kami akan mendampingi korban untuk mendapatkan bantuan. Dari proses pelaporan hingga pasca kasusnya selesai,”katanya.
Disya berharap agar semakin banyak perempuan muda yang berani melapor kasus kekerasan seksual. Pun, dengan bantuan dari PPMS sendiri.
Paralegal Perempuan Muda Sebaya untuk kota Samarinda dapat dihubungi melalui akun Instagram @mahardhikasamarinda dan kontak 08133-033-2879.