Membangun kesadaran berorganisasi bukan suatu hal yang mudah, terlebih lagi ditengah tekanan sekarang. Pengusaha terus mengatur pola pikir buruh agar buruh terus mentaati dan mengikuti ritme pengusaha. Sehingga buruh lupa memikirkan pentingnya membangun organisasi. Di tengah situasi yang sulit ini, jutaan buruh perempuan terus terperangkap di dalam suatu sistem kerja yang tidak berpihak pada buruh. Bentuknya adalah:
- Sistem kerja kontrak dan Outsourcing
- Upah yang sudah rendah, dan masih ditekan oleh PP 78 dan peraturan upah padat karya
- Kebebasan berserikat yang dipersulit
- Macam-macam pelanggaran lainnya.
Sungguh memprihatinkan sekaligus menyedihkan
Di era demokrasi dan zaman Milenial sekarang ini, buruh perempuan bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi, bagaimana cara menghadapinya, dan apa yang harus dilakukan. Mayoritas buruh perempuan tidak menyadari situasi itu. Mereka terlalu sibuk memeras keringat agar bisa bertahan hidup. Agar dirinya dan keluarganya bisa bertahan hidup. Padahal orang yang mempunyai modal besar, dengan segala keserakahannya, terus menindas buruh.Sementara orang-orang birokrasi hukum yang terus mendukung pemilik modal. Tanpa memandang bahwa ada yang tertindas, yaitu: buruh dan perempuan.
Fakta-faktanya.
Banyak buruh perempuan belum mengerti hak-haknya sebagai pekerja, apalagi hak- haknya sebagai perempuan. Mayoritas buruh tidak atau belum berserikat, dan hampir semua serikat buruh di Indonesia belum memiliki pimpinan-pimpinan perempuan, atau bahkan tidak memberikan kesempatan pada anggota- anggota perempuannya untuk maju. Memang, tidak menampik, di banyak perusahaan, sudah ada buruh perempuan yang berserikat. Tapi, di sini ada satu pertanyaan besar juga. Buruh perempuan yang sudah berserikat dan berorganisasi saja masih dihambat. Apalagi buruh perempuan yang belum berserikat.
Sebenarnya, apa sajakah penyebab/hambatan, sehingga buruh perempuan tidak berserikat?Hambatan buruh perempuan untuk berserikat terjadi di berbagai lingkup:
- Lingkup keluarga: di rumah tangga, buruh perempuan memiliki beban kerja lebih berat, dengan jam kerjanya lebih panjang.
- Lingkup Masyarakat sekitar: Pandangan negatif terhadap buruh perempuan yang pulang malam dalam kacamata budaya patriarki yang terbentuk dalam masyarakat.
- Lingkup tempat kerja: Jam kerja yang melewati batas waktu, lembur yang tidak di bayar, belum ada perlakuan khusus buat buruh perempuan yang sedang hamil, PHK semena–mena, diskriminasi terhadap calon tenaga kerja baik itu hetero ataupun LGBT dll.
- Lingkup Serikat Buruh: Lebih banyak laki- laki dalam kepengurusan Unit Kerja, Buruh perempuan tidak punya waktu berorganisasi karena beban rumah tangga, perusahaan menghambat secara sistematis kegiatan serikat buruh
- Lingkup Negara: Undang-Undang Perkawinan yang hanya mengakui Laki- laki sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah utama, Hukum/perundangan yang melanggar hak asasi perempuan, seperti: Perda Perda Syariah, UU Ketenagakerjaan dll.
Hambatan terhadap perempuan buruh merupakan hambatan yang menimpa banyak perempuan, atau merupakan hambatan sosial. Seringkali, tanpa disadari, pelaku atau penyebabnya adalah orang–orang terdekat, bahkan keluarga sendiri. Namun, yang lebih sulit lagi, seringkali hambatan-hambatan itu tidak disadari oleh perempuan buruh itu sendiri. Itu dianggap sebagai hambatan. Oleh karena itulah, penyadaran terhadap hak-hak perempuan sangat diperlukan dan perlu diperluas. Sebab hambatan terhadap perempuan dan perempuan buruh merupakan hambatan yang telah dibentuk secara sistematis melalui: lingkup dan peran keluarga, masyarakat, pabrik dan negara/pemerintah.
Tantangan
Mempelajari hambatan-hambatan di atas, perlu banyak diskusi untuk keluar dari dilema yang dialami perempuan buruh. Sambil terus melanjutkan semua praktek baik, yang selama ini sudah diajalani dalam kehidupan sehari-hari: bertarung dengan diri sendiri, bertarung meruntuhkan egoisme demi kebaikan orang banyak, bertarung melawan pengusaha yang serakah, bertarung merebut kesetaraan, bertarung untuk mempertahankan kolektif kerja, bertarung untung meluaskan organisasi, termasuk bertarung untuk mencetak kader-kader maju untuk generasi penerus
Salam hormat dan tunduk saya kepada perempuan buruh yang terus berproses untuk maju dan berkembang.
Ditulis oleh Tiwar, mantan buruh perempuan korban PHK yang saat ini masih berupaya untuk terus terlibat dalam perjuangan buruh dan perjuangan perempuan.
Image Credit: Samer Muscati/ Human Rights Watch