Siang itu kelas belajar kedua akan dilakukan di sebuah rumah panggung. Letaknya persis di bibir sungai Chao Phraya. Sungai Chao Phraya atau biasa disebut sebagai sungai Raja merupakan sungai terbesar di Thailand. Di sisi sungai ditumbuhi pohon-pohon indah yang mirip dengan pohon Salak di Indonesia.
Terdengar pula suara burung-burung dan kodok yang bersahutan seperti irama musik yang enak didengar sehingga memberikan kesan nyaman dan tenang. Menuju ruang kelas, kami melewati jembatan-jembatan kecil yang dibawahnya dialiri air sungai Chao Phraya. Setelah menaiki tangga rumah panggung tersebut, kami sampai di ruang untuk belajar.
Sebelumnya, pertemuan belajar hari pertama ini telah dilakukan tadi pagi di gedung berbeda. Di mulai dengan perkenalan antar peserta dari tiap negara, yaitu Thailand, Indonesia serta Kamboja. Dilanjutkan dengan menceritakan sedikit tentang isu yang diangkat dari organisasi tempat berkegiatan. Di akhiri dengan membuat kesepakatan belajar bersama yang tentunya dari awal pertemuan ini dibantu seorang penerjemah bahasa Indonesia mbak Dewi.
Siang ini materi dilanjutkan dengan materi berkomunikasi dengan Rahim. Seperti sebelumnya, kami diberikan ruang aman sebagai perempuan oleh ketiga fasilitator yaitu Thau, Theia, dan Kuntiea dari pimpinan organisasi Jazz. Sebagai perempuan bervagina, perempuan adalah manusia dan tubuh kami diberikan kebebasan dan gerakan apapun yang dirasakan adalah baik, tidak ada yang salah. Bagi saya, kata-kata ini membuat saya merasa sangat nyaman dan bahagia sebagai perempuan.
Kelas ini di mulai dengan belajar tentang bagaimana berkomunikasi dengan Rahim. Thau memimpin melakukan gerakan Yoga dan kemudian bermeditasi. Tujuannya untuk peregangan seluruh otot tubuh, terutama otot di Rahim.
Selanjutnya kami diajak untuk bermeditasi dan mengirimkan getaran suara kita sendiri dari dalam mulut tertutup dengan suara hhhhhmmm (dapat juga dilakukan menggunakan mangkuk kuning khas meditasi) dan secara bersamaan meletakkan kedua telapak tangan ke area Rahim. Tujuan meditasi ini agar kami dapat berkomunikasi dengan Rahim, dalam arti peka terhadap apa yang dirasakan oleh Rahim. Setelah berkomunikasi, kami akan menggambarkan hasil komunikasi kami melalui tulisan dengan menggunakan pensil berwarna warni.
Salah satu peserta mencoba mengutarakan hasil komunikasi dengan rahimnya “Rahim meminta maaf kepada tubuhnya karena sering membuat tidak nyaman ketika menstruasi dan kadang Rahim juga tidak kuat dengan berbagai tekanan yang dialami selama dengan tubuhnya”. Untuk menjawab komunikasinya dengan rahim, sebagian besar peserta memberikan pernyataan yang mirip, seperti “oke, aku akan merawatmu dan berusaha membahagiakanmu Rahim. Serta terima kasih sudah bersamaku”. Hasil tulisan komunikasi dengan masing-masing Rahim menggambarkan sedikit banyak kesamaan terkait apa yang dirasakan dan dikatakan selama bersama tubuh.
Tema berkomunikasi dengan Rahim ini pun pertama kali saya rasakan. Situasi ini kembali mengingatkan saya terhadap kesedihan saya yang hampir kehilangan Rahim belum lama ini.
Setelah melakukan kuret pada April 2022 lalu, dokter sempat mendiagnosa akan dilakukan pengangkatan Rahim apabila penebalan di dinding Rahim tidak ada perubahan dan darah haid tetap banyak. Tak bisa dipungkiri perasaan takut dan sedih menghantui.
Namun, semakin hari rasa takut dan sedih berkurang berganti menjadi kekuatan atas berbagai support dari teh Dona dan teman-teman saya termasuk dari Perempuan Mahardhika dan FSBPI. Bahkan, yang cukup melegakan adalah hingga hari ini meskipun penebalan di dinding Rahim tetap terjadi namun darah haid saya kembali normal.
Kembali pada proses belajar, berikutnya setiap peserta diberikan kesempatan untuk melakukan spa seluruh tubuh, kukus vagina dan kaki menggunakan rempah-rempah alami yang telah disediakan oleh panitia.
Sembari menunggu teman peserta yang melakukan spa dan lainnya, sebagian peserta diajak untuk menonton film bertema sex feminis dengan tiga adegan perempuan yang melakukan seksual. Tujuannya untuk mempelajari tentang kebahagiaan perempuan atas kontrol tubuhnya dengan kontrol atas kapitalisme yang memberikan batasan terhadap kebahagiaan perempuan dalam aktivitas seksual.
Hari kedua, 16 November 2022 kami diajak untuk berdiskusi tentang peristiwa kali pertama mendapatkan haid. Masing-masing dari kami menceritakan pengalaman dan membahas tentang apa yang terjadi pada situasi tersebut.
Sebagian besar dari kami memiliki pengalaman yang serupa, seperti gambaran perempuan dituntut untuk menjaga vaginanya sebagai bentuk kehormatan. Perempuan juga dilarang untuk menjalin kedekatan dengan laki-laki untuk menghindari kehamilan.
Dari sisi adat kepercayaan, perempuan haid tidak diperkenankan untuk memegang ataupun meracik makanan. Secara norma agama, perempuan haid dianggap sedang dalam keadaan kotor sehingga dilarang untuk memegang peralatan ibadah.
Diskusi selanjutnya masih berkaitan tentang haid. Bagaimana sebuah aturan dan kebijakan yang diberikan kepada kami pada saat tiba masa haid. Berbagai sudut pandang dibahas dalam kelas ini, meliputi apa saja yang dikonsumsi ketika haid baik medis maupun herbal. Pembahasan aturan ketika haid apa saja yang diperoleh dari masing-masing peserta, baik dari keluarga, agama, tempat bekerja, pendidikan hingga undang-undang negara.
Kami kemudian masuk pada diskusi terkait asal muasal datang dan keluarnya haid pada perempuan. Pembahasan asal muasal ini tidak hanya secara materi, namun kami diminta untuk menggambarkan bagaimana proses haid terjadi. Tujuannya agar kami memahami bahwa darah yang keluar dari tubuh, termasuk darah yang keluar dari vagina adalah darah dari tubuh sendiri. Ragam aroma dan warna yang keluar tetap saja darah.
Terakhir, bagaimana kami memaknai peristiwa kali pertama haid. Kami pun menuliskan dua kata terkait yang dirasakan dan memaknai haid pada kali pertama. Ungkapan perasaan takut dan khawatir banyak muncul dalam tulisan, hal ini disebabkan minimnya informasi dan pemahaman terhadap haid itu sendiri. Budaya masyarakat yang menganggap pembahasan tentang haid adalah hal tabu berdampak terhadap ketidakjelasan informasi terhadap kesehatan reproduksi perempuan pada masa itu.
Hal menarik yang saya lakukan dari kegiatan belajar ini adalah kami di ajak untuk menciptakan darah haid dari hari pertama hingga selesai haid dengan menggunakan bahan-bahan dari makanan. Bahan makanan tersebut terdiri dari selai stoberi, pewarna makanan, kecap, gula cair, susu, coklat, saus tomat.
Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengajak kami mengubah pemaknaan terhadap darah haid yang sebelumnya negatif menjadi hal yang positif, seperti darah adalah sumber kehidupan dan merah merupakan warna yang cantik dan ceria. Hasil pembuatan darah haid di kertas berbentuk pembalut ini pun kami pajang seperti pameran sebagai bentuk apresiasi.
Penutup sesi belajar ini, kami berdiskusi tentang hal yang terjadi sebelum, selama dan sesudah haid. Berbagai bentuk emosi dan perubahan fisik diungkapkan oleh masing-masing peserta. Fasilitator kemudian mengajarkan salah satu cara mengatasi sakit kram apabila di sekitar area Rahim dengan mengusapkan minyak kelapa. Pergerakan di mulai dari usus besar dari kanan ke kiri lalu tekan dengan kedua jari sendiri tiga titik di sekitar perut.
Hari ketiga menjadi hari penutup proses belajar saya. Di awali dengan mereview pembelajaran di hari-hari sebelumnya dan kembali mendiskusikan hal tersebut. Materi terakhir adalah mengenai bagaimana pemaknaan perempuan atas tubuhnya dalam aktivitas seksual. Mendiskusikan pada situasi apa aktivitas seksual menjadi sebuah kenikmatan dan apa yang menjadi hambatan mencapai kenikmatan tersebut. Pembahasan diskusi berdasarkan pada masing-masing pengalaman yang diceritakan oleh peserta.
Sejauh ini, masih terdapat kontrol masyarakat atas tubuh perempuan. Pemikiran dan peran yang diberikan masyarakat terhadap perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Aktivitas seksual lebih banyak dibicarakan demi kepuasan laki-laki sehingga mengesampingkan kenikmatan perempuan atas hak kontrol tubuhnya untuk mencapai kebahagiaan.
Pemaknaan peserta terhadap aktivitas seksual ini diekspresikan dalam bentuk gambar dengan pilihan warna yang menggambarkan perasaan peserta itu sendiri. Bagi saya, kenikmatan dan kebahagiaan dapat diperoleh secara natural yang menggambarkan kesederhanaan dan kelembutan.
***
Pembahasan tentang kesehatan reproduksi perempuan mungkin telah banyak didapat oleh sebagian masyarakat. Namun, cara dan proses penerimaan informasi tersebut belum tentu dapat diserap dengan baik dan benar. Mengingat masih terdapat sebagian masyarakat yang tabu dalam membahas reproduksi perempuan, terutama mengenai haid dan aktivitas seksual.
Di atas, sedikit cerita saya bagikan tentang pengalaman mengikuti pelatihan reproduksi perempuan selama tiga hari di Thailand. Barangkali saja dapat bermanfaat dan berguna bagi perempuan di luar sana. Sebab, siapapun, terutama perempuan memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi secara jelas dan terbuka tanpa menyudutkan perempuan.
Sebagaimana dengan momen haid dan aktivitas seksual, dengan informasi yang tepat dan jelas barangtentu akan mengurangi rasa takut dan kekhawatiran perempuan terhadap apa yang akan terjadi dan membuat antisipasi terhadap kesiapan bagi tubuhnya. Hak atas pengetahuan terutama tentang kesehatan reproduksi perempuan juga dapat meningkatkan kesejahteraan perempuan. Barangkali pula, dapat memutus budaya masyarakat yang berusaha mengatur tubuh perempuan.
Editor: Nindya Utami
Baca juga tulisan tentang Pengalaman Merebut Hak Buruh untuk Belajar
[…] Baca juga tulisan tentang Belajar Kesehatan Reproduksi bersama Dua Negara […]