Siaran Pers – Refleksi 3 Tahun UU TPKS
Bukan tanpa alasan mengapa kehadiran UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) merupakan harapan bagi korban. Ditengah sistem peradilan pidana yang belum berperspektif gender, UU TPKS hadir untuk memastikan bahwa APH menjamin hak-hak korban dalam setiap langkah dan proses pemidanaan. Sehingga selain memastikan bahwa korban merasa aman dan didukung ketika melapor, UU TPKS juga menjamin setiap langkah penanganan memuat aspek pemulihan. Selain itu, UU TPKS juga membawa semangat perubahan atas ketidak-setaraan relasi kuasa dalam masyarakat yang menyebabkan kekerasan seksual terjadi. Oleh karenanya, UU TPKS memandatkan Pemerintah dan Kementerian/Lembaga terkait untuk memperkuat aspek pencegahan, pemantauan dan koordinasi agar terjadi perubahan budaya di masyarakat yang lebih sensitif korban dan dapat mendukungnya pada setiap langkah yang dibutuhkan.
Memasuki tahun ketiga pemberlakuan UU TPKS, kami melihat bahwa harapan diatas masih sulit terwujud. Kesulitan tersebut dipengaruhi karena lambatnya kehadiran peraturan turunan yang sangat dibutuhkan guna mempercepat implementasi UU ini. Sekarang, baru 4 dari 7 peraturan turunan yang disahkan. Namun selain itu juga masih lemahnya komitmen untuk membangun sinergi multi-pihak guna memperkuat efektivitas implementasi UU ini dan memastikan korban mendapat keadilan.
Hingga saat ini, belum semua daerah memiliki UPTD PPA. Padahal unit tersebut seharusnya menjadi koordinator dan garda terdepan dalam penyelenggaraan layanan terpadu di daerah. Pasal 76 UU TPKS menyatakan bahwa Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota wajib membentuk UPTD PPA. Namun tampaknya, negara tidak memberikan prioritas pembangunan layanan tersebut baik dari segi sarana dan prasarana yang mempertimbangkan karakteristik masing-masing wilayah (daerah 3 T, kepulauan pegunungan, daerah rawan bencana atau konflik) maupun dari kapasitas sumber daya manusia yang mengelolanya.
Selain UPTD PPA, pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan KS (Satgas PPKS) sebagai mandat dari kebijakan di level Kementerian yang menindaklanjuti UU TPKS pun tidak terkawal dengan baik. Kebutuhan untuk melakukan edukasi tentang KS sebagai bagian penting dari aspek pencegahan seringkali terganjal dengan kepentingan mengejar target produksi. Penjangkauan dan penanganan korban KS yang dipengaruhi oleh ketidak-setaraan relasi kuasa gender dan relasi kuasa atas pekerjaan menjadi sulit dilakukan. Bahkan terdapat intimidasi dan serangan balik bagi Satgas yang melakukan pendampingan korban.
Aparat Penegak Hukum (APH) juga menjadi aktor kunci dalam mengimplementasikan UU TPKS. Dalam hal ini catatan lembaga layanan berbasis masyarakat, bahwa selain terbatasnya penyidik di kepolisian yang berjenis kelamin sama dengan korban, perspektif yang dimiliki juga masih menjadi tantangan. Salah satu bukti yang masih kerap ditemukan adalah pertanyaan yang menyudutkan. Dalam UU TPKS menyebutkan bahwa serangkaian Hak Korban mulai dari penyidikan sampai pada proses peradilan, menuntut pemahaman dari APH itu sendiri. Faktanya masih banyak ditemukan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual yang dalam penanganannya oleh APH belum menggunakan TPKS dengan berbagai argumen, salah satunya adalah yang ancaman hukumannya tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman terkait UU TPKS masih minim. Bahkan sejak disahkannya Perpres No 09 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sampai saat ini belum dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa negara telah abai dalam mengupayakan penanganan komprehensif bagi korban.
Menagih Komitmen Negara Memperkuat Implementasi UU TPKS
Untuk mewujudkan implementasi UU TPKS yang lebih efektif, kami menuntut pemerintah, DPR, dan institusi terkait untuk melakukan:
- PercepatanPengesahan Peraturan Pelaksana: Pemerintah perlu mempercepat pengesahan semua peraturan pelaksana UU TPKS yang tersisa untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi implementasi di lapangan.
● Penguatan Layanan Terpadu:
- Pemerintah perlu memastikan pembentukan UPTD PPA di seluruh daerah dan memperkuat kapasitasnya dalam menyediakan layanan yang komprehensif dan terpadu bagi korban.
- Layanan yang disediakan harus mencakup aspek fisik, psikologis,sosial, dan hukum, serta responsif terhadap kebutuhan spesifik korban (disabilitas, korban dengan AIDS/HIV, pekerja seks, minoritas gender, daerah rawan bencana atau rawan konflik, dll).
- PeningkatanKapasitas APH, tenaga layanan pemerintah, dan tenaga layanan pada lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat:
- Pemerintahharus segera memberikan pelatihan yang berkelanjutan kepada APH, tenaga layanan pemerintah, dan tenaga layanan pada lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang UU TPKS, perspektif korban, serta penanganan kasus kekerasan seksual yang sensitif dan efektif.
● Pengembangan Mekanisme Pencegahan:
- Pemerintah perlu mengembangkan dan melaksanakan program-program pencegahan kekerasan seksual yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, dunia kerja, dan masyarakat sipil.
- Mekanisme pengaduan berbasis komunitas perlu didukung dan diperkuat untuk mempermudah akses korban terhadap layanan.
● Peningkatan Koordinasi dan Sinergi:
- Pemerintah perlu membangun koordinasi dan sinergi yang lebih efektif antara berbagai pihak terkait, termasuk lembaga pemerintah, lembaga layanan, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta.
- Koordinasi ini penting untuk memastikan penanganan kasus yang terpadu dan komprehensif, serta untuk mencegah terjadinya viktimisasi sekunder terhadap korban.
● Pelaporan Implementasi yang Transparan dan Akuntabel:
- Pemerintah perlu menyampaikan laporan implementasi UU TPKS kepada DPR dan masyarakat secara transparan dan akuntabel.
- Laporan harus mencakup data yang terpilah, analisis yang mendalam, serta rekomendasi untuk perbaikan lebih lanjut.
● Peningkatan Kesadaran Masyarakat:
- Pemerintah dan masyarakat sipil perlu bersama-sama meningkatkan kesadaran masyarakat tentang UU TPKS, hak-hak korban, serta pentingnya pelaporan dan penanganan kasus kekerasan seksual.
- Kampanye publik yang efektif dan inklusif perlu dilakukan untuk mengubah norma sosial dan budaya yang mendukung korban kekerasan seksual.
Narahubung :
- NovitaSari – Forum Pengada Layanan (081556699057)
- MutiaraIka Pratiwi – Perempuan Mahardhika (082213587565)