8 Januari 2021 merupakan hari kemenangan bagi kelompok pejuang pencegahan pernikahan anak di Republik Dominika, pasalnya Presiden Luis Abinader menandatangani aturan mengenai pelarangan pernikahan untuk individu dibawah usia 18 tahun. Pemerintah Republik Dominika juga membuat Kabinet Perempuan, Remaja dan Anak Perempuan (Cabinets of Women, Adolescents and Girls) dibawah Kementerian Perempuan.
Republik Dominika sebenarnya sudah memiliki aturan mengenai pernikahan yang berada pada Law on the Acts of Civil Status 1944, yang menyebutkan usia pernikahan minimum adalah 18. Tetapi, sama seperti aturan pernikahan di Indonesia, aturan ini juga masih memiliki celah dengan adanya klausal pengecualian. Perempuan boleh menikah pada usia 15 tahun, sementara laki-laki boleh menikah pada usia 16 tahun jika ada izin dari orang tua dan pengadilan.
Aturan tersebut membuat tidak adanya hukum yang tegas terkait pernikahan anak. Padahal, Republik Dominika memiliki angka pernikahan anak tertinggi di Amerika Latin dimana 36% perempuan menikah atau tinggal bersama sebelum usia 18 tahun dan 12% menikah atau tinggal bersama sebelum mereka berusia 15 tahun.
Praktek tinggal bersama dianggap sebagai sesuatu yang wajar dilakukan disana, biasanya terjadi pada anak perempuan yang kemudian tinggal bersama laki-laki yang lebih tua. Mereka kemudian dianggap menikah secara informal. Namun, karena mereka tidak terigistrasi secara legal, sulit untuk mengetahui jumlah pastinya. Praktek ini juga menempatkan anak perempuan pada posisi yang rentan karena tidak memiliki perlindungan hukum.
Praktek pernikahan anak di Republik Dominika terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah budaya machismo, yang menempatkan peran gender yang kaku antara perempuan dan laki-laki. Laki-laki dianggap harus selalu bertanggungjawab terhadap keluarga sementara perempuan harus menjadi ibu rumah tangga saja. Faktor lainnya adalah kemiskinan dan kepercayaan anak-anak perempuan bahwa pernikahan adalah jalan untuk lari dari kekerasan rumah tangga yang terjadi di keluarga inti mereka. Mereka belum atau tidak menyadari bahwa pernikahan anak adalah salah satu penyebab kekerasan dalam rumah tangga.
Melihat kondisi ini, pemerintah Republik Dominika berkomitmen untuk mengakhiri pernikahan anak dengan menandatangi berbagai perjanjian internasional. Pada 30 Mei 2017, Perlemen Republik Dominika mengadakan peninjauan terkait Law on the Acts of Civil Status 1944 untuk menghilangkan celah yang ada. Di tahun ini, kemudian dikeluarkan lah aturan yang lebih ketat dimana individu yang menikah pada usia anak akan dipidanakan dengan hukuman penjara antara 2-5 tahun dan denda senilai €8,000 to €17,000, ditambah dengan pembatalan pernikahan.
Kabar tersebut menjadi angin segar bagi para aktivis karena pandemi Covid-19 yang belum mereda dikhawatirkan akan menyebabkan peningkatan angka pernikahan anak. Sonia Hernandez dari International Justice Mission (IJM) mengatakan, “anak perempuan dan remaja kami akan terlindungi … dan tidak akan bisa dipaksa untuk menikah di usia anak-anak atau remaja mereka yang dulunya sering dilakukan oleh orang tua dan diperbolehkan secara legal.”
Referensi:
https://www.euroweeklynews.com/2021/01/01/dominican-republic-bans-child-marriage/
https://www.girlsnotbrides.org/child-marriage/dominican-republic/
https://remezcla.com/culture/dominican-republic-bans-child-marriage/