Sedikit Tentang Ekspresi Gender
Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki logika dan nalar dalam berpikir. Oleh karena itu, dalam berinteraksi, manusia tidak hanya mengandalkan identitas mereka sesuai dengan jenis kelamin, tetapi juga pada ekspresi gender maupun orientasi seksual. Di sisi lain, Ekspresi gender merupakan bentuk-bentuk karakteristik yang terkait peran seseorang dengan jenis kelamin tertentu dalam kehidupan sehari-hari, seperti gaya dan penampilan, cara berpakaian, bertingkah laku, cara berbicara atau berbagai hal yang mereka kerjakan.Oleh sebab itu, gender diklasifikasi menjadi dua yaitu maskulin dan feminin. Maskulin biasanya lebih menunjukkan kekuatan dan dominasi laki-laki, sedangkan feminin biasanya merujuk kepada hal-hal lemah lembut dan terlihat sebagai bentuk identitas kedua setelah maskulin.
Sebenarnya tidak ada hal khusus yang menjadi tolak ukur aturan gender, namun gender sangat terkait dengan cara pandang tradisional dan subjektifitas sehingga terdapat beberapa cara pandang yang berbeda antara tradisi satu dengan tradisi lain. Contohnya, adanya perbedaan tanggung jawab seperti di dalam berumah tangga, perempuan berurusan dengan memasak dan keperluan dapur sedangkan seorang laki-laki bekerja mencari nafkah. Dalam berpakaian, yang menandakan seseorang berjenis kelamin perempuan adalah karena memakai rok dan laki-laki memakai celana. Akan tetapi saat ini, tidak sedikit laki-laki yang menjadi koki atau chef, perempuan menjadi wanita karir, atau tidak selamanya lelaki yang berambut panjang berarti dia feminin.
Sulitnya Mengekspresikan Gender di Tempat Kerja
Menurut Kevin Halim dari Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL Ina), tantangan awal yang dihadapi teman-teman trans perempuan dan trans laki-laki ialah ketika situasi interview kerja. Ketika interview kerja menanyakan gender dan bukan menanyakan keahliannya dalam bidang yang dituju, diskriminasi sangat dirasakan oleh teman-teman transgender. Perusahaan meremehkan kemampuan teman-teman transgender karena pilihan gender yang mereka pilih. Perusahaan memiliki pandangan dan prasangka yang buruk terhadap teman-teman transgender. Seringkali tahap recruitment langsung di block oleh perusahaan ketika menemukan ada teman-teman transgender yang ingin melamar di tempat kerja tersebut. Perusahaan semaksimal mungkin menolak untuk menerima teman-teman transgender bekerja di tempat yang dituju karena tempat kerja berusaha menghindari image buruk perusahaan.
Menurut Ryan Korbarri dari Arus Pelangi, banyak sekali tempat kerja di Indonesia lebih kritis dengan ekspresi gender daripada skill yang dimiliki oleh seseorang. Seharusnya tempat kerja memperhitungkan skill dan kemampuan kerja teman-teman transgender karena identitas gender tidak memengaruhi produktivitas kerja. Pandangan terhadap teman-teman trangender selalu diwarnai oleh praduga buruk seperti takut memengaruhi teman kerja dan kinerjanya buruk. M. Isnur, Kabid Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ikut menambahkan bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia merasa terancam dengan keberadaan LGBT. Negara kurang mendukung mengenai keberagaman gender yang ada di sekitar masyarakat. Walaupun kertas (hukum) melindungi hak warga negaranya, sangat sulit bagi teman-teman transgender merasakan hal ini.