Minggu (6/8/23), berbagai elemen masyarakat sipil berkumpul dalam rangka konferensi pers di Gedung YLBHI yang berlokasi di Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat. Koalisi yang menamakan diri sebagai Aliansi Mogok Makan Untuk UU PPRT ini menuntut disahkannya Rencana Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) oleh DPR RI.
Konferensi pers ini dihadiri berbagai lembaga mulai dari Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Perempuan Mahardhika, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Koalisi Perempuan Indonesia, Kalyanamitra, serta perwakilan serikat-serikat pekerja rumah tangga dari berbagai daerah.
Diadakan secara hybrid (luring dan daring), kegiatan ini merupakan bagian dari pra-kegiatan aksi mogok makan yang akan dilakukan bersama di depan gedung DPR RI pada 14 Agustus mendatang. Tidak hanya di Jakarta, aksi mogok makan juga akan dilakukan di depan gedung DPRD masing-masing wilayah tempat berbagai serikat PRT yang tergabung dalam koalisi ini berada.
Dalam konferensi pers ini, sebuah meja dengan piring-piring dan serbet digelar di depan para pembicara. Barang-barang yang kerap kali menjadi alat kerja sehari-hari para pekerja rumah tangga tersebut merupakan simbol berbagi kesulitan yang dialami pekerja rumah tangga mulai dari tidak bisa makan hingga terlilit hutang.
Sebelumnya, aksi teatrikal serupa dilakukan oleh JALA PRT di depan Gedung DPR RI pada Rabu, 7 Juni 2023. Saat itu, mereka membawa kompor, wajan serta sutil dan secara langsung memasak di hadapan gedung parlemen. Kegiatan itu merupakan rangkaian dari Aksi Rabuan yang telah mereka laksanakan tiap hari Rabu sejak awal tahun dengan tuntutan pengesahan RUU PPRT. Lita, perwakilan dari JALA PRT dalam konferensi pers berharap lebih banyak orang yang bergabung pada aksi mogok makan yang akan berlangsung nanti.
“Kami sebagai pekerja rumah tangga, mengajak segala kalangan untuk terlibat dalam aksi ini,” harapnya.
Aksi langsung tanpa kekerasan (non-violence direct action) menjadi langkah yang diambil aliansi ini dengan menggelar mogok makan yang bertujuan untuk menuntut pimpinan DPR segera mensahkan RUU PPRT. Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, negara seharusnya memberikan perhatian pada pemenuhan hak-hak pekerja salah satunya adalah pekerja rumah tangga.
Disahkannya RUU PPRT memang semakin mendesak mengingat kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga yang semakin meningkat. JALA PRT bahkan mencatat terdapat 2.021 kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap PRT selama 2017-2022.
“Pekerja rumah tangga sampai detik ini hidup dalam ketidakpastian hukum,” ujar Listyowati dari Kalyanamitra. Perempuan yang akrab disapai sebagai Lilis ini menambahkan, kenyataan ini menjadi ironis mengingat Indonesia merupakan bagian dari Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita yang diadakan oleh PBB pada 1979.
Muhammad Isnur dari YLBHI mempertanyakan mandeknya RUU PPRT di lembaga parlemen. Padahal, sudah beberapa kali RUU PPRT masuk ke Program Legislasi Nasional (prolegnas) sejak diajukan pada 2004. Ia turut mempertanyakan sikap DPR RI yang menyatakan bahwa mereka butuh waktu untuk mengesahkan RUU PPRT.
“Pertanyaannya, mengapa undang-undang lain justru cepat disahkan?” Sebutnya dengan heran. Ia memberikan contoh beberapa undang-undang seperti Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Kesehatan yang disahkan hanya dalam hitungan bulan.
Sementara itu, Tyas dari Perempuan Mahardhika memaparkan bahwa aksi mogok makan nanti merupakan peringatan kepada Pimpinan DPR RI dan Ketua Fraksi untuk memprioritaskan pembahasan RUU PPRT dan segera mengesahkannya pada masa sidang mendatang. Tanggal 14 Agustus dipilih karena menjelang pembukaan masa sidang DPR RI pada 16 Agustus.
“Kami tidak mau menunggu lebih lama lagi,” tegasnya. Tyas menyerukan kepada semua aktivis dan organisasi gerakan sosial untuk melibatkan diri dalam aksi mogok makan ini.
Penulis : Mutiara Oktavia (Perempuan Mahardhika Samarinda) dan Muhammad Al Fatih