31 Tahun Marsinah Dibunuh Orde Baru: Obor Perlawanan Tidak Pernah Padam, Marsinah Berlipat Ganda

Pernyataan Sikap

Aksi Perempuan Indonesia


Jakarta, 8 Mei 2024

 

Sabtu, 8 Mei 1993, mayat seorang Perempuan berumur 24 Tahun ditemukan oleh sekelompok anak-anak di Desa Jagong, Kabupaten Nganjuk. Tubuhnya penuh dengan luka siksaan, kedua pergelangannya lecet, tulang punggungnya hancur, di sela-sela pahanya terdapat bercak-bercak darah. Perempuan itu adalah Marsinah, ia diculik, disiksa, diperkosa lalu dibunuh karena semangat perjuangannya menuntut kenaikan upah dan melawan ketidakadilan yang dialami oleh rekan kerjanya.

Marsinah adalah buruh perempuan yang menjadi salah satu tonggak demokrasi. Ia pejuang upah, lambang solidaritas terhadap buruh, korban kekerasan seksual dan pembunuhan oleh militer Orde Baru. Nama Marsinah dikenal publik karena ia rakyat biasa dengan keberanian yang luar biasa. Kasus kematian Marsinah dibuat buntu oleh rezim hingga 31 tahun saat ini.

Marsinah adalah cerminan sekian juta perempuan desa yang merantau ke kota mencari penghasilan sebagai bakti kepada orang tua. Karena upahnya kurang, Marsinah mencari usaha sampingan bersama dengan teman-temannya yang lain. Marsinah bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS) yang memproduksi arloji. Namun pengusaha masih memberlakukan upah sebesar Rp 1.700 pada 1993. Padahal sesuai dengan Ketetapan Gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman kala itu, upah ditetapkan sebesar Rp 2.250. Hal inilah yang mendorong Marsinah dan kawan-kawannya melakukan mogok, berjuang menuntut upah termasuk upah lembur. Selain itu, tuntutan lain Marsinah dan kawan-kawannya adalah diberikannya cuti haid, cuti hamil, upah lembur, uang makan, uang transport, pemberlakuan Jamsostek, Astek, Tunjangan Hari Raya/THR dan pembubaran SPSI sebagai serikat yang justeru dikangkangi pengusaha. Marsinah terlibat dalam pemogokan itu.

Hari kedua pemogokan. Marsinah gusar karena 13 tim perwakilan perundingan dibawa tentara ke Kodim 0816 Sidoarjo. Demi menjalankan konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP), ke-13 buruh tersebut dipaksa tanda tangan kesepakatan yang tidak menguntungkan buruh, yaitu pengunduran diri dari PT CPS. Padahal, pemogokan dengan ragam tuntutan terpaksa dilakukan karena ada ketidakadilan di tempat kerja, tidak ada kaitannya dengan institusi Kodim.

Marsinah melabrak tentara di Kodim yang menculik kawan-kawannya. Bagaimana mungkin, perundingan digelar di Kodim. Padahal Kodim bukan tempat yang netral untuk melakukan perundingan. Tentara mengintervensi dunia perburuhan dengan gaya militeristik, tidak demokratis dan sarat dengan tekanan serta intimidasi. Keterlibatan Kodim dalam urusan pemogokan buruh PT CPS, menunjukkan watak dan karakter anti demokrasi.  Gaya militeristik Orde Baru, tidak memberikan ruang bagi siapapun untuk maju dan berkembang. Daya kritis rakyat dianggap ancaman bagi kekuasaan Orde Baru. Karakter militeristik inilah yang terus diterapkan hingga berganti-ganti kekuasaan, termasuk rezim saat ini. Ia membuat selebaran mengajak teman-temannya melakukan perlawanan. Namun ia tak kembali. Ia ditemukan tewas di sebuah gubuk di desa Jegong pada 8 Mei 1993, 31 tahun silam. Hingga kini kasusnya dibuat buntu dan pelaku bebas berkeliaran.

Demi memperjuangkan martabat kemanusiaan sebagai buruh, Marsinah menjadi korban kekuasaan Orde Baru. Mayat Marsinah yang diotopsi oleh ahli forensik, telah menunjukkan fakta bahwa Marsinah mati dengan kondisi luka di sekujur tubuh. Kemaluannya hancur, tulang pinggulnya patah. Marsinah diperkosa. Kekerasan Seksual yang dilakukan terhadap Marsinah, bukan tanpa pesan. Orde Baru ingin menyampaikan pesan bahwa perempuan tidak boleh melawan, perempuan tidak layak memimpin pemogokan. Perempuan harus tunduk terhadap kekuasaan.

Bagi Marsinah dan kawan-kawannya, upah adalah urat nadi kaum buruh. Upah menentukan tingkat kesejahteraan kaum buruh. Karena itulah, perjuangan atas upah dilakukan, demi meningkatkan harga diri dan martabat sebagai buruh yang layak diperlakukan secara manusiawi. Karena tanpa tangan-tangan terampil buruh, maka mesin tetaplah rongsokan yang tidak berfungsi apa-apa. Problem upah masih menjadi masalah hingga hari ini, apalagi dengan disahkannya Undang-Undang No. 6/2023 tentang Cipta Kerja. Selain masalah upah, buruh juga dihadapkan dengan masalah ketidakpastian status hubungan kerja, jaminan sosial, kebebasan berserikat dan yang lainnya. Apa yang diperjuangkan Marsinah sama dengan apa yang buruh-buruh perjuangkan saat ini. Kita berlawan pada sistem yang tidak adil, hukum yang tidak adil, pemerintahan yang tidak adil.

Pengorbanan Marsinah tidak akan sia-sia, karena telah bermunculan Marsinah-Marsinah baru yang mewarisi semangat Marsinah. Buruh-buruh perempuan yang terus berjuang di tempat kerjanya melawan ketidakadilan adalah Marsinah-Marsinah masa kini. Demikian juga, para mahasiswa, kaum perempuan pekerja dalam segala level industri maupun non industri, baik pekerja formal maupun non formal yang sanggup  berpikir kritis atas ketidakadilan dalam dunia pendidikan, adalah generasi penerus Marsinah.  Mereka mewarisi semangat juang Marsinah yang anti terhadap ketidakadilan. Pengorbanan Marsinah menjadi obor yang terus menyala-nyala dalam arena pertarungan melawan sistem kapitalisme dan ketidaksetaraan.

Pada momentum 31 tahun kasus Marsinah, kami mendesak pemerintah untuk : 

  1. Segera tuntaskan seluruh kasus-kasus Pelanggaran HAM masa lalu seperti Pembunuhan Marsinah, Pelanggaran HAM yang terjadi pada 1965, Tragedi Tanjung Priok, Pembunuhan Udin, Penculikan dan pembunuhan terhadap para aktivis HAM 1998, pembunuhan terhadap Munir;
  2. Berikan jaminan hukum dan perlindungan bagi Perempuan pembela HAM;
  3. Segera hapuskan sistem politik upah murah kepada buruh dan cabut produk-produk hukum yang merugikan buruh;
  4. Hentikan segala praktik yang menghalang-halangi kebebasan berserikat Buruh
  5. Hentikan segala bentuk kekerasan seksual di dunia kerja;
  6. Hentikan kekerasan dan keterlibatan TNI/Polri terhadap buruh, segera keluarkan aparat dari Pabrik.

Narahubung: 0812-8420-1975 (Yati) | 0856-9488-8720 (Rahma) | 0811-1313-760 (Ajeng)



Perempuan Mahardhika

Comments

wave
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Press ESC to close