Permenaker No 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global yang diterbitkan pada tanggal 7 Maret 2023 oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauzia adalah peraturan yang diskriminatif dan memberikan dampak pemiskinan pada buruh perempuan.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kategori industri padat karya yang dimaksud oleh Permen ini merupakan industri yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan dimana fleksibilitas kerja dan upah sudah diterapkan sejalan dengan diterbitkannya Perppu Cipta Kerja. Sejak lama industri pada karya selalu mendapatkan perlakukan yang diskriminatif dari pemerintah mulai dari kebijakan penangguhan upah minim perlindungan, upah rendah, lingkungan kerja yang tidak aman dan pengabaikan hak maternitas dan reproduksi. Ini adalah cerminan bagaimana Menteri Ketenagakerjaan tidak pernah menjadikan buruh perempuan sebagai pusat/core didalam membuat sebuah kebijakan.
Alih-alih memberikan perlindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja justru sebaliknya permen ini akan menghilangkan perlindungan, mengabaikan hak reproduksi buruh perempuan seperti cuti haid, cuti hamil dan melahirkan, dan cuti keguguran serta menjadikan buruh tidak memiliki kepastian kerja ditengah kontrak kerja yang semakin pendek. Penyesuaian waktu kerja yang diatur didalam permen ini pada prakteknya akan menjadikan setiap buruh adalah buruh harian karena waktu kerja dan upah dihitung berdasarkan satuan waktu dan hasil.
Pengurangan upah sebesar 25% adalah pelanggaran hak yang dilegalkan oleh Permenaker dan menjadikan buruh tidak menerima upah yang seharusnya mereka terima sesuai dengan ketentuan upah yang berlaku. Upah minimum adalah hak dasar yang tidak boleh dilanggar sehingga pengurangan waktu dan jam kerja seharusnya tidak boleh berkonsekuensi terhadap perngurangan upah buruh.
Kebijakan pengurangan upah akan membuat hidup buruh perempuan semakin terpuruk didalam kemiskinan. Upah minimun yang ditentukan oleh pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup hidup sehari-hari apalagi jika dikurangi sejumlah 25%. Upah minimum Jakarta sebesar Rp 4,901, 798 jika dikurang 25% maka seorang buruh akan menerima upah Rp 3,676,344 belum lagi potongan-potangan yang lain. Seberapa sanggup seorang buruh perempuan bisa bertahan dengan upah yang sangat kecil? Untuk bertahan hidup jalan pintas yang dipilih adalah dengan berhutang baik itu kepada rentenir, pinjaman online sampai koperasi yang akan menimbulkan kesengsaraan.
Bagi kami Perempuan Mahardhika Permenaker No 5 tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauzia adalah kebijakan yang merugikan dan tidak melindungi buruh, khususnya buruh perempuan dan justru memberi peluang bagi pengusaha untuk mengeksploitasi tenaga kerja perempuan dan merampas upah buruh lebih banyak. Dalam situasi krisis seharusnya pemerintah memberikan banyak perlindungan dan menjamin kepastian kerja bagi setiap orang. Krisis global jangan dijadikan alasan untuk mengurangi perlindungan!
Kami menuntut agar Menteri Ketenagakerjaan segera mencabut Permenaker No 5 tahun 2023 dan memperbanyak jaminan perlindungan bagi buruh perempuan.
Jakarta, 16 Maret 2023
Vivi Widyawati (Koordinator Divisi Politik) – 08158946404
Mutiara Ika Pratiwi (Ketua) – 08221358765