Massa Aksi Kamisan bersama Jaringan Muda Setara memperingati 18 tahun kematian Munir dengan melakukan longmarch dari Sarinah sampai Istana Presiden (8/9). Walaupun sudah memasuki tahun ke-18, belum ada penyelesaian yang berkeadilan dan berpihak kepada korban serta keluarganya.
Aksi kali ini bertajuk “18 tahun munir, #BukantahunterakhirMunir” untuk menegaskan bahwa masyarakat menolak pembunuhan munir hanya berakhir menjadi kasus pidana biasa, dimana berlaku skema kadaluwarsa 18 tahun seperti pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 78 ayat (1)
Berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta (TPF), ada dugaan terlibatnya aktor-aktor negara dalam pembunuhan Munir yang sampai saat ini belum diadili. Ini berarti, kematian Munir adalah praktik extrajudicial killing (pembunuhan di luar pengadilan) yang harus dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat dan diadili melalui penyelidikan pro-yustisia Komnas HAM bukan lagi pengadilan pidana biasa, dimana skema kadaluwarsa tidak lagi berlaku.
Baca juga: Tahun Terakhir Kasus Munir
“Dari awal temuan TPF dan dalam putusan kasus misalnya kasus Pollycarpus, sudah tergambar jelas bahwa dalangnya melibatkan institusi negara, pembunuhan ini direncanakan sangat sistematis. Sejak awal, kasus Munir ini bukan pembunuhan biasa harusnya sudah ditetapkan jadi pelanggaran HAM berat. Jika kasus ini tidak tuntas, maka akan terjadi keberulangan terhadap pelanggaran HAM, ” ucap Bivitri Susanti.
Pada hari perlindungan pembela HAM (7/9), komnas HAM membentuk secara resmi tim adhoc untuk membuka kembali penyelidikan pelanggaran HAM berat kasus pembunuhan Munir. Ini harus diikuti dengan pembuktian komitmen Presiden Jokowi untuk secara nyata hadir dalam melindungi pembela HAM dengan memberi dukungan bagi dibukanya penyelidikan pro-yustitia kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat serta penyelesaiannya di Pengadilan HAM. Maka dari itu, tuntutan dari aksi ini adalah mendesak Jokowi untuk:
- Menyatakan secara publik dukungan bagi dibukanya kembali kasus pembunuhan Munir melalui penyelidikan pro-yustitia Komnas HAM untuk ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat;
- Segera mengumumkan isi dokumen TPF Munir kepada masyarakat luas;
- Mencabut Keputusan Presiden (Keppres) terkait pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu;
- Menegaskan komitmen untuk memproses hukum perkara pelanggaran HAM berat dengan memerintahkan Jaksa Agung membentuk Tim Penyidik ad hoc untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan perkara pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM sesuai mandat Pasal 21 ayat (3) UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM;
- Menghentikan segala upaya penuntasan pelanggaran HAM berat secara non-yudisial karena akan melanggengkan impunitas
Dokumentasi Foto oleh @Dijalanandulu